Site icon Blog SIG dan Geografi

Bengawan Solo Purba

sadeng

Sebenarnya artikel ini bukan barang baru lagi, apalagi bagi para geolog ato para ahli geomorfologi dan geografi, tapi tak apalah, saya mencoba mengangkatnya lagi karena penulis cukup tertarik dengan sejarah dari Bengawan Solo yang merupakan sungai terpanjang di pulau Jawa ini.
menengok sejarah panjang sungai ini tak lepas dari proses geomorfologi yaitu pergerakan lempeng, dalam hal ini lempeng Australia dan lempeng Eurasia yang saling menghujam di sepanjang pantai selatan Jawa

Awal mulanya, pada sekitar 4 juta tahun yang lalu (pada zaman Tersier sekitar kala Meiosen), lempeng Australia menunjam ke bawah lempeng Eurasia karena massa jenis lempeng Australia lebih berat daripada lempeng Eurasia, sehingga membentuk zona subduksi atau zona penunjaman. Akibatnya, lempeng Eurasia yang massa jenisnya lebih ringan menjadi terangkat ke permukaan.
Pada waktu itu Sungai Bengawan Solo ato juga sering disebut Wuluyu atau Semanggi mengalir ke selatan bermuara di Laut Selatan di sekitar daerah yang sekarang di sebut pantai Sadeng

proses penunjaman ini mengakibatkan pengangkatan daerah perairan laut dangkal yang penuh dengan terumbu karang dan coral, yang lambat laun membentuk daerah Kars Gunung Sewu yang membentang dari Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Wonogiri, sampai Kabupaten Pacitan.
Pengangkatan Pegunungan Selatan di Kala Plestosen Tengah sampai Meosen tidak diimbangi oleh proses penggerusan aliran Bengawan Solo sehingga mengakibatkan aliran Bengawan Solo terbendung dan membentuk sebuah Cekungan Baturetno yang terletak di daerah Baturetno sampai Eramoko. Aliran Bengawan Solo menemukan jalan keluar daerah yang lebih rendah kearah utara menuju Laut Jawa melewati jalur lipatan Pegunungan Kendeng dan Pegunungan Rembang. Proses tektonik berupa pengangkatan di Jawa bagian utara sehingga membentuk jalur lipatan tersebut diimbangi oleh daya gerus Bengawan Solo yang berlangsung sampai sekarang. Proses antesenden atau pembalikan arah aliran Sungai Bengawan Solo meninggalkan jejak berupa teras-teras sungai dan lembah yang curam yang memotong batuan tersier di Pegunungan Kendeng dan Pegunungan Rembang. Aliran Bengawan Solo sepanjang 540 km melewati 20 kabupaten diantaranya Surakarta, Wonogiri, Klaten, Sukoharjo, Karanganyar, Boyolali, Sragen, Blora, Rembang, Ngawi, Magetan, Ponorogo, Madiun, Pacitan, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Gresik dan Surabaya.
bentukan bekas aliran sungai Bengawan Solo sekarang berupa lembah Giritontro yang sangat terjal berkelok-kelok memanjang dari Gunung Payung di sebelah barat Giriwoyo ke arah selatan berakhir di Teluk Pantai Sadeng Gunungkidul.
Lembah Giritontro berdinding curam seperti huruf U dengan kedalaman kurang lebih 100 – 200 meter.
Seperti halnya daerah aliran air lainnya, bentukan lembah inipun berteras, dengan teras pertama 20 meter dari dssar lembah terdiri dari tanah terarosa merah kecoklatan dengan material batu gamping berukuran 2-5 cm, rijang, dan fragmen batu beku yang merupakan rombakan dari perbukitan karst di kiri kanan lembah.
teras ke dua yaitu 8 m dari dasar lembah terdiri dari selingan antara lempung coklat kehitaman dengan batu pasir konglomerat terdiri atas kuarsa, felspar serta mineral mafik lainnya.

Materi Sedimen yang berupa aluvial membentuk batu lempung, sedangkan materi yang berupa batu pasir konglomerat merupakan batu vulkanik tersier yang tidak tertutup batu gamping dari formasi Wonosari.
Ujung utara dari lembah Giritontro terletak di sebelah timur gunung Payung yang terletak di atas lembah Bengawan Solo sekarang yang bermata air dari Gunung Rohtawu dan Pegunungan Tumpakkayan.
Perbedaan ketinggian dari Lembah Giritontro dengan lembah Bengawan Solo sekarang sekitar 150 meter. Perbedaan tersebut disebabkan oleh struktur sesar Pucunglangan yang memanjang dari Gunung Batok di daerah Pacitan sampai dengan Gunung Kukusan di daerah Wonogiri.
Struktur sesar Pucunglangan mengakibatkan terbentuknya Cekungan Baturetno dan lembah menggantung yang dibatasi oleh tebing yang curam di sebelah timur Desa Sumur dan di daerah Giri Belah. Lembah tersebut merupakan bagian dari alur Lembah Giritontro yang terpotong oleh tebing yang curam di sisi tenggara Cekungan Baturetno.
Cekungan Baturetno merupakan genangan Sungai Bengawan Solo yang tidak dapat mengalir ke arah selatan melewati Lembah Giritontro karena daya gerus sungai tidak dapat mengimbangi dengan pengangkatan Pegunungan Seribu.
Cekungan Baturetno yang melebar ke arah utara sampai Waduk Gajah Mungkur memiliki topografi berupa dataran bergelombang dengan ketinggian kurang lebih 150-175 meter dpal.
Cekungan Baturetno dikelilingi topografi perbukitan di sebelah sisi barat dan timur yang dibatasi oleh gawir-gawir bertingkat dan terjal dari arah timur laut sampai barat daya. Batuan dasar Cekungan Baturetno terdiri dari persilangan antara batugamping fragmental dengan kalkarenit dan kalsilutit. Ketidakselarasan formasi Wonosari menyebabkan batu lempung hitam dengan batupasir konglomerat terendapkan diatasnya . Batu lempung hitam terendapkan di bagian tengah dari Cekungan Baturetno, sedangkan batupasir konglomerat diendapkan di mulut alur lembah dari sungai-sungai yang berasal dari bukit-bukit di sekeliling Cekungan Baturetno membentuk endapan kipas alluvial.

Exit mobile version
Skip to toolbar